MAKALAH
“Bea Materai”
Diajukan
untuk memenuhi tugas Hukum Kontrak Bisnis Syariah
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cara mewujudkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional adalah memenuhi
kewajiban pembayaran atas pengenaan bea materai terhadap dokumen-dokumen
tertentu. Sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008.
Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti
dan maksud tentang perbuatan keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau
pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan bea materai terutang oleh pihak yang
menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau
pihak-pihak yang bresangkutan menentukan lain.
Apabila dokumen dibuat sepihak, maka bea materai terutang oleh
penerima dokumen. Contoh kwitansi. Demikian pula halnya apabila dokumen dibuat
oleh dua pihak atau lebih, maka masing-masing pihak terutang bea materai atas
dokumen yang diterimanya. Contoh: surat perjanjian dibawah tangan. Jika surat
perjanjian dibuat dengan akta notaries, maka bea materai yang terutang baik
atas asli sahih yang disimpan notaries maupun salinannya yang diperuntukkan
pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari dokumen tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Pengertian Bea Materai
b.
Sumber Hukum Bea Materai
c.
Arti Penting Bea Materai
1.3 Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui pengertian bea materai
b.
Untuk mengetahui sumber hukum bea materai
c.
Untuk mengetahui arti penting bea materai
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Bea Materai
Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No.13 Tahun 1985 Peraturan Pemerintah
No.24 Tahun 2000, Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang digunakan oleh
masyarakat dalam lalu lintas hukum. Beberapa pengertian yang berhubungan dengan
Bea Meterai bedasarkan Pasal 1 ayat 2 UU No.13 Tahun 1985 diantaranya:
a.
Dokumen
adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan
b.
Benda
meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah RI
c.
Tandatangan
adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula parap,
teraan Atau cap tandatangan atau cap parap, teraan cap nama atau tanda lainnya
sebagai pengganti tandatangan;
d.
Pemeteraian
kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos
atas permintaan pemegang dokumen yang Bea meterainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya;
e.
Pejabat
Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani
permintaan pemeteraian kemudian.
2.2
Sumber Hukum Bea Materai[1]
Hukum yang mendasari hal hal yang berkaitan dengan Bea Meterai
adalah Undang Undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, yang berlaku sejak 1
Januari 1986. Yang berisi :
OBYEK, TARIF, DAN
YANG TERHUTANG BEA METERAI
Pasal 2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang berbentuk :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif
sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah).
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah) atas
dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e,
dan huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 100.000,- (seratus
ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)
dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 500,- (lima ratus rupiah), dan apabila
harga nominalnya
tidak lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tidak terhutang Bea Meterai. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 3
Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai
dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat
ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas
dokumen-dokumen sebagimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 4
Tidak dikenakan Bea Meterai atas :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 5
Saat terhutang Bea Meterai ditentukan dalam hal :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
a.
|
dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu
diserahkan;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
b.
|
dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat
selesainya dokumen itu dibuat;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
c.
|
dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di
Indonesia.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 6
Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat
manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan
menentukan lain.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB III
BENDA, METERAI,
PENGGUNAAN, DAN CARA PELUNASANNYA
Pasal 7
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula
pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas
dokumen yang dikenakan Bea Meterai.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tandatangan akan dibubuhkan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5)
|
Pembubuhan tandatangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan
tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian
tandatangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6)
|
Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tandatangan harus
dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7)
|
Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8)
|
Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat
seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang
masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9)
|
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat
(8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 8
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau
kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200%
(dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dilunasi Bea meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara
pemeteraian-kemudian.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 9
Dokumen yang dibuat
di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi Bea
Meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian-kemudian.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 10
Pemeteraian-kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB IV
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 11
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum
lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagimana dimaksud dalam ayat
(1) dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 12
Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terhutang menurut Undang-undang ini daluwarsa setelah lampau waktu lima tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 13
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 14
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Barangsiapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan
pidana
penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterai-nya yang dibuat
sebelum Undang-undang ini berlaku, Bea Meterainya tetap terhutang
berdasarkan
Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur Menteri
Keuangan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 16
Selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1988. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Pelaksanaan Undang-undang ini selanjutnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 18
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
2.3
Arti Penting Bea Materai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar